Pendahuluan
Kemajuan teknologi nampaknya banyak digandrungi oleh masyarakat khususnya terkait dengan gaya berbusana (lifestyle) . Berbagai ragam busana silih berganti agar tak ketinggalan dalam persaingan pasar. Tak heran jika penjualpun juga dituntut untuk memberikan kreatifitas dalam memunculkan model baru agar dapat meningkatkan penjualan.
Akhir-akhir ini banyak bermunculan fenomena baju bekas (Thrift) yang lebih banyak diminati masyarakat. Selain harganya yang lebih murah, kualitas bahannyapun dinilai masih sangat bagus. Manusia yang pada dasarnya berfikir secara realistis akhirnya lebih memilih pakaian bekas (thrift) dibanding pakaian yang baru dengan harga yang mahal.
Seseorang yang tidak mampu untuk mengejar ketertinggalannya akan dianggap tidak mengikuti zaman.
Cercahan tersebut akhirnya menimbulkan rasa tidak percaya diri terhadap diri seseorang. Untuk menghindari cercahan tersebut ada yang mengambil jalan keluar dengan mengubah pola hidup mereka menjadi manusia hedonis. Hedonis disini tak sama seperti yang dikemukakan oleh Artisippus yang dimaknainya untuk mencari kebahagiaan dalam hidup. Namun seringnya masyarakat sekarang memaknai hedonis dengan harapan pengakuan sosial. Mayoritas masyarakat seperti ini membelanjakan hartanya hanya untuk pencitraan semata.
Seperti yang diungkapkan oleh Franz Magnis Suseno bahwa seseorang akan merasa bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Dengan sikap hedonis ini, gaya hidup seseorang akan cenderung menjadi konsumtif, yaitu lebih mengutamakan penampilan luar dan memenuhi nafsu dan keinginan semata.
Akan tampak berbeda jika kita membicarakan gaya hidup seseorang yang masih melibatkan agama. Seseorang akan merasa bahagia dengan apa yang dimiliki sekarang karena menurutnya kebahagiaan di dunia hanya bersifat sementara, dalam bahasa jawa sering diungkapkan “wong urip iku namung mampir ngombe”, pepatah ini menyiratkan bahwa kehidupan di dunia ini sangatlah singkat.
Dalam islam, telah banyak dijelaskan bahwa Allah telah memerintahkan hambanya supaya tidak menghambur-hamburkan harta. Sebagaiamana termaktub dalam QS. Al Isra’ ayat 26-27 sebagai berikut :
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا◌
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.
Dapat sedikit difahami bahwa sesungguhnya jalan hidup yang ditempuh seseorang sejatinya merupakan sebuah pilihan yang dapat dibentuk. Seperti yang dikatakan oleh Karl Marx bahwa bukanlah kesadaran yang menentukan keberadaan manusia, sebaliknya keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran manusia.
Dari latar belakang di atas, peneliti akan mengkaji fenomen thrifting yang sedang marak digandrungi oleh masyarakat khususnya di kalangan remaja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah dengan adanya fenomena thrifting ini menjadikan remaja menjadi hedonis ataupun sebaliknya .
Hasil Pembahasan
Ketertarikan Terhadap Pakaian Bekas (Thrift)
Thrifting merupakan kegiatan berbelanja menggunakan cara kuno dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga aslinya dan barangnyapun berbeda dengan barang yang dijual di pasaran saat ini. Biasanya Aktivitas thrifting ini merupakan salah satu cara untuk menghemat kebutuhan remaja masa kini dalam memenuhi gaya hidupnya.
Menilik sejarah di dunia, fenomena budaya thrifting sudah dimulai sejak abad ke 19 di Amerika serikat yang menganggap pakaian hanya digunakan sekali pakai. Akibatnya banyak barang yang terbuang sia-sia. Faktor inilah yang awalnya memunculkan gerakan second-hand untuk menemukan kegunaan atau manfaat terhadap sebuah barang. Di Indonesiapun fenomena thrifting ini sudah dimulai sejak tahun 1980 an.
Mahasiswa sebagai salah satu konsumen pakaian bekas (thrift) sudah tak perlu repot untuk membeli barang branded di mall untuk dapat berpenampilan
fashionable dan trendy . Selain banyaknya peminat pakaian bekas (thrift) para pelaku bisnispun juga ikut membludak untuk dapat bersaing di pasaran . Dengan kecanggihan teknologi yang memadai mahasiswa hanya perlu untuk menginstal aplikasi di hp android mereka. Pilihannyapun sangat beragam seperti tokopedia, shopee, lazada dan tiktok yang mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Misalnya tiktok yang sedang banyak digandrungi oleh banyak masyarakat dengan fitur gratis ongkirnya.
Konsumen Baju Bekas (Thrift) Perspektif Materialisme Karl Marx
Karl Marx merupakan salah satu filsuf abad 19 yang memperkenalkan filsafat materialismenya untuk mengembangkan konsep dalam dimensi kehidupan manusia. Karena materi dapat menghidupkan maupun mengembangkan kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik, bahagia dan sejahtera. Marx juga mengungkapkan bahwa seluruh aktivitas manusia didorong oleh motif ekonomi, yaitu pemuasan materi.
Bagi sebagian para wanita, kesempatan berbelanja dengan harga yang sangat yang murah merupakan ajang berburu untuk dapat tampil fashionable . Seringkali seseorang menjadikan pakaian sebuah patokan untuk menemukan identitas dan kualitas diri. Hal ini juga ditegaskan oleh Kelner bahwa sesungguhnya pakaian dan fashion merupakan bagian penting yang mampu memberikan pencitraan bagi identitas pemakainya. Sehingga mereka yang hidup di kalangan bawah namun ingin menjadi hedonis akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tak jarang beberapa orang memberikan stigma negatif terhadap pakaian bekas (thrift) karna dinilai tak jelas asal usul pakaian tersebut. Dikhawatirkan pemilik sebelumnya menderita penyakit kulit . Bukan hanya itu saja konsumen pakaian bekas (thrift) dianggap sebagai pertanda bahwa seseorang sedang terhimpit ekonomi. Berbeda dengan kalangan atas yang menganggapnya sebagai vintage .
Selain itu, beberapa orang memberikan komentar yang positif terhadap pakaian bekas (thrift). Mereka beranggapan bahwa dengan adanya produksi pakaian bekas (thrift) akan menghambat pemanasan global. Dalam paham utilitarianisme juga menekankan prinsip manfaat atau kegunaan sebagai prinsip moral yang paling dasar. Tindakan yang secara moral benar atau dianggap baik adalah tindakan yang berguna. Dalam teori utilitarianisme yang digagas oleh Jeremi bentham dan John Stuart Mill ini dikatakan bahwa seseorang diperbolehkan bertindak apapun sampai tindakan tersebut menghasilkan kebaikan yang lebih besar dibandingkan dengan keburukan.
Tanpa disadari, keinginan untuk selalu mengejar ketertinggalan dalam berpakaian menjadikan seseorang mempunyai sikap konsumtif. Karena secara tidak langsung untuk menghindari cercahan, manusia dituntut untuk mengubah pola hidup mereka. Seperti yang dikatakan Karl Marx bahwa esensi manusia sejatinya adalah totalitas terhadap hubungan sosial.
Pada dasarnya seseorang dianggap sama di hadapan Sang Pencipta, bukan dari kalangan sosial atas maupun bawah termasuk seseorang dengan pakaian yang mahal atau murah. Nabi di dalam salah satu hadisnya bersabda :
ابْغَضُ الْعِبَادِ إِلَى اللَّهِ مَنْ كَانَ ثَوْبَاهُ خَيْرًا مِنْ عَمَلِهِ ، أَنْ تَكُونَ ثِيَابُهُ ثِــيَابَ الأَنْـبِـــيَاءِ وَعَمَلُهُ عَمَلَ الْجَبَّارِينَ
(رواه الديلـمي عن عائشة)
Hamba yang paling dibenci Allah adalah hamba yang kedua pakaiannya lebih baik daripada amal perbuatannya yaitu pakaiannya ibarat pakaian para nabi tetapi amal perbuatannya seperti perbuatan orang-orang angkara murka (orang yang tidak ada hormat didalam hatinya).
Aktifitas dalam budaya thrifting nampaknya sangatlah membantu remaja di kalangan bawah maupun atas untuk tetap eksis di zaman milenial. Selain mendapatkan harga yang terjangkau juga dapat mendapatkan kualitas yang bagus sekaligus bermerek. Hal ini yang kemudian membuat remaja bukan hanya tergiur untuk membeli satu pakaian namun memiliki keinginan untuk memborongnya . Sikap hedonis ini secara spontan timbul dalam diri seseorang dengan melihat realita bahwa dengan uang yang minim dapat mendapatkan beberapa pakaian yang bagus. Seperti yang dikatakan oleh Karl Marx bahwa bukanlah kesadaran yang menentukan keberadaan manusia, sebaliknya keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran manusia.
Aktifitas dalam budaya thrifting nampaknya sangatlah membantu remaja di kalangan bawah maupun atas untuk tetap eksis di zaman milenial. Selain mendapatkan harga yang terjangkau juga dapat mendapatkan kualitas yang bagus sekaligus bermerek. Hal ini yang kemudian membuat remaja bukan hanya tergiur untuk membeli satu pakaian namun memiliki keinginan untuk memborongnya . Sikap hedonis ini secara spontan timbul dalam diri seseorang dengan melihat realita bahwa dengan uang yang minim dapat mendapatkan beberapa pakaian yang bagus. Seperti yang dikatakan oleh Karl Marx bahwa bukanlah kesadaran yang menentukan keberadaan manusia, sebaliknya keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran manusia.
Penutup
Fenomena thrifting telah banyak diminati oleh masyarakat terutama di kalangan remaja. Dengan hanya bermodalkan hp android, seseorang tidak perlu repot-repot untuk pergi ke mall untuk mendapatkan pakaian yang bagus dan bermerek. Bagi sebagian wanita, kesempatan berbelanja dengan harga yang sangat yang murah merupakan ajang berburu untuk dapat tampil fashionable. Karna jika tidak mengikuti trend yang ada seseorang akan dianggap tidak mengikuti zaman. Tak bisa dipungkiri bahwa apa yang dikenakan oleh seseorang terkadang digunakan untuk mengukur identitas dan kualitas diri. Maka dari itu manusia akan mengusahakan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Seperti yang pernah dikatakan plato bahwa manusia selalu hidup totalitas dalam hidup bersosial.
Adanya fenomena thrift secara spontan menimbulkan sikap hedonis terhadap diri seseorang dengan melihat realitas bahwa dengan uang yang minim seseorang dapat membeli pakaian yang bagus dan bermerek. Hal ini yang kemudian membuat remaja bukan hanya tergiur untuk membeli satu pakaian namun memiliki keinginan untuk memborongnya . Fenomena terhadap pemakaian baju bekas (thrifting) selaras dengan pemikiran Karl Marz tentang materialisme bahwa sesungguhnya bukanlah kesadaran yang menentukan keberadaan manusia, sebaliknya keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran manusia.
Daftar Pustaka
Adji, N. L. (2021). Fenomena Thrift Shop Di Kalangan Remaja: Studi Fenomenologi tentang Thrift Shop di Kalangan Remaja Surabaya. Journal of Communicate ion and Islamic Broadcasting.
Deliarnov. (2007). Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Grafindo.
Fariqah, I. (2015). Filsafat Materialisme Karl Marx (Epistemologi Dialectical ad Historical Materialism). Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan.
Franz Magnis Suseno. (1987). Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Hasyimi, S. A. (1995). Mukhtar al Ahadis. Surabaya: Pustaka Amani.
Ibrahim, I. S. (2007). Budaya Populer Sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer. Jalasutru.
Martono, N. (2014). Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.
Sastrawardani, A. (2018). Perilaku Hedonis Tokoh Lola Dalam Novel Cewek Matre Karya Albertheine Endah. Jurnal Psikologi.
Suseno, F. M. (1997). 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad 19. Yogyakarta: Kanisius.
Wirawan, I. B. (2014). Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Prenadamedia.